Tak Menggambarkan Keunggulan, Petahana Berpotensi Tumbang di Pilkada Serentak

Dr. Sarlan Adijaya S.Sos, M.Si

BeritaraRakyat.Id, Kendari – Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 9 Desember 2020 tinggal menghitung hari. Di Sulawesi Tenggara (Sultra), gelaran pesta demokrasi lima tahunan ini bakal diikuti tujuh daerah, masing-masing Kabupaten Konawe Selatan, Konawe Utara, Konawe Kepulauan, Kolaka Timur, Muna, Buton Utara, dan Wakatobi.
Dalam momen Pilkada ini, tujuh kabupaten tersebut seluruhnya diwarnai pertarungan antara Petahana dan Penantang. Mereka saling unjuk kekuatan, baik melalui pemasangan alat peraga kampanye (APK) maupun kegiatan sosialisasi tatap langsung ke warga.

Petahana yang ikut ambil bagian dalam hajatan ini mempunyai kans untuk memenangkan kontestan, karena sokongan partai politik lebih dari satu, dukungan tim yang solid dan kekuasaan yang masih dikendalikannya. Namun, untuk kalah juga peluang besar, sehingga Pilkada tahun ini bisa jadi akan memunculkan wajah baru di pemerintahan masa mendatang.

“Potensi untuk kalah kepada mereka yang petahana maju di Pilkada akhir tahun ini sangat besar dan dimungkinkan lebih dari satu petahana dari tujuh yang maju di Pilkada serentak,”ujar akademisi dan pengamat politik, Dr Sarlan Adijaya S.Sos M.Si, kepada media ini, Selasa (15/09/2020).

Menurut Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Halu Oleo (UHO) ini, potensi kalah bagi petahana dilihat dari masa pencalonan dengan pemasangan alat peraga sosialisasi di tujuh daerah, tidak ada yang menonjol. Kesannya kurang lebih sama dengan bakal calon lain saat memasang baliho, banner, pamflet dan lainnya.

“Saya kira dari tujuh petahana yang maju di Pilkada ini, semua sama dengan bakal calon penantang. Dari peraga sosialisasi yang di pasang di setiap sudut pelosok, tidak ada yang menggambarkan keunggulannya selama empat tahun lebih memimpin daerah itu. Jadi kesannya sama saja dengan calon penantang,” jelasnya.

Kata Sarlan, jika merunut Pilkada lalu, sejumlah petahana tumbang dengan calon bupati baru. Misal bupati Muna kala itu, dr Baharuddin, kalah dari Rusman, Konawe Utara, Aswad Suleman, kalah dari Ruksamin, Buton Utara, Ridwan Zakariah, juga kalah dari Abu Hasan, termasuk di Bombana lalu, Atiku Rahman yang saat itu juga sebagai petahana tumbang dari, Tafdil, yang belum banyak dikenal masyarakat setempat.

“Inilah bukti bahwa petahana bisa kalah dari kontestasi pilkada akhir tahun ini. Hal itu didasarkan, karena petahana tidak ada program unggulan atau yang prestisius yang dapat dibanggakan dan terkesan di hati masyarakat. Selain itu ada program atau visi dan misinya yang lalu saat menjabat tidak terlaksana, sehingga masyarakat akan selalu berfikir untuk mencari pemimpin yang baru, visioner dan tepat janji,” terangnya.

Doktor yang hobi olahraga sepak bola ini menambahkan, petahana dan penantang untuk menang di Pilkada serentak tidak cukup melalui baliho dengan tagline dan akronim. Tetapi, struktur tim yang akan memenangkan pertarungan menujuh 01 harus mampu meyakinkan masyarakat akan pemerintahan, pembangunan dan peningkatan ekonomi masyarakat dalam hal ini kesejahteraan dapat ditingkatkan.

“Petahana jika bertahan dan memenangkan pertarungan lima tahunan ini adalah bagaimana memperkuat tim pemenangan dengan barisan partai politik pengusungnya yang harus solid, termasuk menyampaikan apa yang telah dilaksanakan saat menjadi bupati yang terkesan di masyarakat, sehingga masyarakat masih menginginkan untuk dilanjutkan,” tutupnya.

HERMAN

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *