BeritaRakyat – Ekonomi – Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun depan menuai protes keras dari kalangan pengusaha. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak negatif kebijakan tersebut terhadap kinerja bisnis di Indonesia. Kenaikan PPN yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) ini dinilai akan semakin membebani pelaku usaha yang sudah menghadapi stagnansi penjualan.
Related Post
Shinta menjelaskan kepada beritarakyat.id pada Selasa (19/11/2024), bahwa kenaikan PPN berpotensi menurunkan daya beli masyarakat dan mengurangi konsumsi barang dan jasa sektor formal. "Apindo menemukan fakta bahwa empat dari sepuluh pelaku usaha di Indonesia mengalami stagnansi penjualan, dengan pertumbuhan kurang dari 3%," tegasnya. Kondisi ini diperparah dengan penurunan daya beli masyarakat yang saat ini sudah terjadi. Kenaikan PPN, menurut Shinta, akan semakin menekan kinerja penjualan sektor riil, terutama pelaku usaha formal.
Lebih lanjut, Shinta menyoroti dampak struktural negatif dari kenaikan PPN. Ia khawatir kebijakan ini akan mendorong pertumbuhan sektor informal, yang pada akhirnya akan membebani pertumbuhan ekonomi jangka menengah dan panjang. Oleh karena itu, Apindo mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang rencana kenaikan PPN agar tidak membebani masyarakat dan pelaku usaha.
Shinta berpendapat bahwa kenaikan PPN seharusnya dilakukan pada saat pertumbuhan ekonomi sedang tinggi. Namun, realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2024 hanya mencapai 4,95% (year on year/yoy), jauh dari angka ideal. "Kenaikan PPN idealnya dilakukan ketika pertumbuhan ekonomi tinggi, sehingga tidak menjadi beban bagi potensi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat," imbuhnya. Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan timing yang tepat untuk implementasi kebijakan ini.
Tinggalkan komentar