BeritaRakyat – Ekonomi – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan klarifikasi terkait pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada buku. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 5/PMK.010/2020, semua buku, baik cetak maupun digital, sejatinya bebas PPN. "Sesuai PMK tersebut, semua buku dikategorikan sebagai buku pelajaran umum yang bebas PPN," tegas Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti, dalam keterangan tertulis Selasa (26/11/2024).
Namun, pernyataan tersebut memiliki pengecualian. Dwi Astuti menjelaskan, buku yang mengandung unsur melanggar hukum, seperti bertentangan dengan Pancasila, SARA, atau pornografi, tetap akan dikenakan PPN. "Pembuktian unsur pelanggaran hukum ini harus melalui putusan pengadilan," tambahnya. Artinya, selama belum ada putusan pengadilan yang menyatakan sebuah buku mengandung unsur-unsur tersebut, buku tersebut tetap bebas PPN.
Perlu diingat, saat ini tarif PPN adalah 11%, namun akan naik menjadi 12% pada tahun 2025 sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kenaikan ini tentu perlu diwaspadai oleh penerbit dan pembaca, terutama untuk buku-buku yang berpotensi masuk kategori yang dikenakan PPN. DJP menekankan pentingnya kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.
Tinggalkan komentar