PIlkada Terancam Batal Apabila Status Kedaruratan Bencana Non Alam Covid-19 Tidak Dicabut Pemerintah

Ketua Residium JaDI Sultta Hidayatulla SH. (FOTO :IST)

JaDi Sultra mendesak KPU RI dan BAWASLU Ri agar pemungutan suara Pilkada serentak pada tanggal 9 Desember 2020 dapat dilaksanakan tanpa penundaan lagi, maka KPU dan Bawaslu wajib meminta kepada Pemerintah untuk mencabut Keppres No.12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 Sebagai Bencana Nonalam. Serta bagi KPU Provinsi dan Kab/Kota termaksud Bawaslu di daerahnya dilaksanakan Pilkada 2020 maka perlu meminta pula kepada Gubernur/Bupati/Walikota untuk mencabut Peraturan/Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota berkaitan status darurat akibat bencana nonalam akibat penyebaran covid-19.

Kalau tidak dicabut status-status kedaruratan itu, maka hasil Pilkada 9 Desember 2020 itu batal demi hukum atau tidak sah karena melanggar ketentuan UU No. 6 tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No 2 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas UU 1 tahun 2015 tentang Perppu No 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang.

Kalau dibiarkan berlarut status kedaruratan inii pasti akan menjadi persoalan hukum yang serius berkaitan dengan keabsahan dan legitimasi hasil Pilakda 2020. Hal ini diatur dalam UU No. 6 tahun 2020 yang intinya terkait penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 pada 9 Desember 2020 akan disoal menyangkut Pasal 201 A ayat (1) dan (2) yang mengatur pelaksanaan Pilkada Serentak diundur hingga Desember 2020 karena “bencana nonalam pandemi Covid-19.”

Ulasannya sebagai berikut,

⁃ bahwa diantara Pasal 201 dan Pasal 202 disisipkan satu pasal untuk Pasal 201A ayat (1) yang berbunyi, “Pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat (6) ditunda karena terjadi bencana nonalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1). Pasal 122 ayat (2) Perppu No. 2 Tahun 2020 disebutkan pemungutan suara serentak yang ditunda dilaksanakan pada bulan Desember 2020.
⁃ Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, masih menurut Pasal 122 ayat (2), pemungutan suara sentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A.

Sebagaii refleksi, normalnya Pilkada Serentak 2020 dijadwalkan akan digelar pada 23 September 2020 di 270 daerah.  Lalu kemudian ditunda pada tanggal 9 Desember 2020 atas kesepakat Pemerintah, DPR dan KPU yang menjadi dasar diterbitkannya Perppu No. 2 tahun 2020 yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 4 Mei 2020 itu, diantaranya karena wabah Covid-19 tidak dapat diprediksi dan negara-negara lain yang juga terdampak Covid-19 tetap menggelar pemilu lokal ataupun nasional.

Namun kendatipun Pilkada 2020 ditunda dengan pergeseran jadwal tahapan menjadi tanggal 9 Desember 2020 telah pula ditegaskan dalam Perppu No.2 tahun 2020 yang sekarang menjadi UU No. 6 Tahun 2020.

Maka dengan regulasi baru itu dijalankannya tahapan pilkada serentak mulai Juni 2020 dan pemungutan suara pada 9 Desember 2020 kedepan. Bagi kami JaDI Sultra melihat penyebaran Covid-19 semakin luas karena keadaan new normal dan tidak bisa dikendalikan banyaknya pertemuan masyarakat dengan tim-tim sukses penggalangan basis kemenangan calon-calon Kada. Lagi pula kebijakan new normal tidak ada regulasi dari pemerintah hanya menyahuti keinginan sosial masyarakat untuk beraktifitas dengan syarat-syarat kepatuhan terhadap protokol kesehatan Covid-19.

Diawal-awal keluarnya Perppu No.2 Tahun 2020, pemerintah menegaskan juga apabila hingga Desember 2020 pandemi Covid-19 belum berakhir, maka penundaan pelaksanaan pilkada serentak dapat diperpanjang. Sampai saat ini akhir Agustus 2020 perkembangan Covid-19 justru belum mencapai puncak dan Penerintah masih konsisten bahwa negara dalam keadaan darurat bencana nonalam penyebaran Covid-19.
Atas keadaan ini kami JaDI Sultra meminta Transparasnsi Pemerintah, KPU dan Bawaslu apakah Pilkada ini masih perlu di lanjutkan atau tidak melihat keadaan kedaruratan yang semakin masif penyebaran wabah Covid-19. Karena kalau tidak rakyat menggugat penggunaan anggaran triliunan. Karena anggaran triliunan itu lebih baik dialokasikan untuk menanggulangi wabah Covid-19 dan memperbaiki kondisi ekonomi ketimbang menyelenggaran Pilkada yang membahayakan kesehatan dan jiwa masyrakat.
Olehnya itu JaDI Sultra meminta agar Pemerintah, KPU dan Bawaslu RI sebagai pertanggungjawaban terhadap keselamatan publik agar menyiapkan skenario terburuk karena pandemi Covid-19 tidak berakhir sampai 9 Desember 2020 agar dimungkinkan dilaksanakan penundaan kembali berdasarkan persetujuan bersama KPU, DPR dan Pemerintah. Atau untuk menghindari gugatan hukum kalau seandainya Pemerintah, DPR, KPU dan Bawaslu tetap memaksakan melaksanakan Pilkada 9 Desember 2020 walau wabah Covid-19 tidak berakhir maka Presiden harus mencabut Kepres 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 disertai pencabutan semua Peraturan Gubernur dan Bupati/Walikota tentang Kedaruraan didaerah Pilkadanya. Kalau tidak maka Pilkada tanggal 9 Desember 2020 cacat hukum, dan semangat keserentakan Pilkada menjadi hilang yang digantikan dengan semangat Pilkada kedaruratan.

Kami JaDI sultra punya alasan mendasar menggugat ini karena pernah dilontarkan statemen Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly diawal terbitnya Perppu No.2 tahun 2920 yang bahwa menjelaskan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 merupakan tindak lanjut dari kesepakatan penundaan yang diambil DPR bersama Pemerintah, dan penyelenggara Pemilu dalam rapat kerja Komisi II, akhir Maret lalu. “Perlu diambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa, termasuk perlunya penundaan tahapan Pilkada Serentak 2020,Rabu (6/5/2020) lalu.
Masih Menurut Yasonna, dalam Perppu No.2 Tahun 2020 dijelaskan penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak ditetapkan demi menjaga pelaksanaan pilkada yang demokratis, berkualitas, dan untuk menjaga stabilitas politik dalam negeri.  Namun jika dalam perjalanannya ternyata penyebaran Pandemi Covid-19 berlangsung hingga waktu penundaan, menurut Yasonna penundaan bisa diperpanjang. “Bahkan jika sampai Desember pandemi Covid-19 belum berakhir, penundaan bisa diperpanjang lagi,”.

Hal ini pula sebagaimana disebutkan dalam Pasal 120 ayat (1) angka (3), “Dalam hal pemungutan suara serentak pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam dan dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan DPR”.

Demikian untuk menjadi catatan penting dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 apakah masih perlu dilanjutkan atau ditunda kembali sampai dengan wabah Covid-19 berakhir.

Kendari, 28 Agustus 2020
ttd
HIDAYATULLAH, SH
Ketua Presidium JaDI Sultra

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *