Dugaan Korupsi Swakelola IPPKH Bendungan Pelosika Dilaporkan di Kejati Sultra 

AMPLK Sultra saat melaporkan dugaan korupsi swakelola IPPKH bendungan Pelosika (FOTO : IST)

BeritaRakyat.id, Kendari – Aliansi Mahasiswa Pemerhati Lingkungan (AMPLK) Sultra secara resmi melaporkan dugaan korupsi proyem swakelola IPPKH bendungan Pelosika di Kejaksaan Tinggi (Kejati).

Menurut Ketua AMPLK Sultra, Ibrahim mengatakan bahwa ada beberapa kejanggalan dalam pengerjaan proyek swakelola tersebut salah satunya menggunakan rekening pribadi oknum staf di BPKHTL. “Proyek swakelola IPPKH bendungan Pelosika ini sudah pernah dianggarkan tahun 2020. Kenapa dianggarkan lagi tahun 2022 dengan rincian pekerjaan yang sama yakni tapal batasnya,” jelasnya, Selasa, (24/10).

Dalam kesempatan itu, ia menjelaskan bahwa awalnya bermula saat terjadi MoU antara Balai Wilayah Sungai IV Kendari selaku penanggungjawab anggaran dengan BPKHTL wilayah XXII Kendari sebagai pelaksana swakelola. “Kegiatan swakelola tersebut berupa kegiatan fasilitasi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) pembangunan bendungan Pelosika dan sarana penunjangnya,” ungkapnya.

Berdasarkan dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK. 341/MENLHK/SETJEN/PLA0/8/2020 tanggal 24 Agustus 2020 tentang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk kegiatan pembangunan bendungan Pelosika dan sarana penunjangnya atas nama Kementerian PUPR seluas kurang lebih 1.917,05 Ha pada Kawasan Hutan Lindung.

Kawasan Hutan Produksi Tetap dan Kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi di Kabupaten Konawe dan Kolaka Timur, Sultra Kementerian PUPR merupakan salah satu pemegang IPPKH yang berkewajiban menyelesaikan tata batas areal Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

Dan berdasarkan surat direktur pengukuhan dan penatagunaan kawasan hutan atas nama direktur Jenderal planologi kehutanan dan tata lingkungan nomor S. 222/PKTL-KUH/ PKHW2/PLA.2/3/2021 tanggal 10 Maret 2021, BPKHTL Wilayah XXII Kendari berkoordinasi dengan Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Kendari terkait pelaksanaan penataan batas areal kerja. “Pelaksanaan penataan batas areal kerja tersebut dilaksanakan oleh BPKHTL Wilayah XXII Kendari dengan dibiayai oleh Kementerian PUPR selaku Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan,” bebernya.

Ia juga mengungkapkan bahwa salah satu yang menjadi masalah adalah temuan kelebihan alokasi anggaran.

“Biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut adalah sebesar Rp 269.909.100, yang terdiri dari supervisi penataan batas areal kerja yang dilaksanakan oleh Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Kendari sebesar Rp. 179.021.600, pengukuran batas sendiri sekaligus batas luar kawasan hutan yang belum pernah ditata batas, sepanjang lebih kurang 1.942,07 m dengan rincian kegiatan inventarisasi trayek batas, pemancangan batas sementara dan identifikasi hak-hak pihak ketiga dan pemancangan batas definitif sebesar Rp 90.887.500, dan bukti pertanggungjawaban,” urainya.

Berdasarkan data yang diperoleh AMPLK Sultra dari BPK RI ada temuan sisa anggaran dari kegiatan swakelola tersebut.

“Sesuai dengan data dari Kementerian Keuangan, realisasi belanja terkait pelaksanaan kegiatan penataan batas areal kerja adalah sebesar Rp352.049.549. Dengan demikian masih terdapat sisa sebesar Rp 82.140.449, (Rp 352.049.549, Rp 269.909.100,), yang masih berada dalam tanggung jawab pemberi kerja,” bebernya.

Terkait hal tersebut pihaknya menduga ada oknum yang mempunyai kewenangan di BPKHTL Wilayah XXII Kendari yang bermain dengan anggaran tersebut.

“Kami duga ada oknum yang memiliki kewenangan di instansi tersebut yang kami duga bermain dan mendapatkan sisa anggaran tersebut, karena mereka yang memiliki kewenangan dan berdasarkan data yang kami peroleh dari BPK RI ada sisa anggaran dari kegiatan Swakelola tersebut,” kata Ibrahim.

Ibrahim juga mengungkapkan bahwa hasil kunjungannya di Kantor BPKHTL XXII Kendari terpampang jelas baliho yang menerangkan bahwa wilayah kantor tersebut masuk wilayah Zona Integritas, wilayah bebas bersih melayani (WBBM) dan Wilayah Bebas Korupsi. “Pada dasarnya kami berharap dengan adanya temuan tersebut Aparat Penegak Hukum (APH) dapat mengambil langkah tegas,” tegasnya.

Selain itu pihaknya meminta kepada Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengevaluasi Kepala BPKHTL Wilayah XXII Kendari. Pasalnya, pihaknya menduga oknum tersebut yang memiliki kewenangan selaku yang menandatangani MoU dan penanggung jawab atas kegiatan swakelola tersebut.

“Kami minta Kejati Sultra dapat memproses temuan BPK RI dan Dirjen KLHK dapat mengevaluasi Kepala BPKHTL Wilayah XXII Kendari atas adanya temuan tersebut, yang kami duga dapat mencoreng instansi yang dua tahun belakangan ini telah memperoleh Zona Integritas sebagai wilayah yang bebas bersih melayani atau WBBM dan Wilayah Bebas Korupsi atau WBK,” tuturnya.

Sementara itu Kasipenkum Kejati Sultra Dody menerangkan bahwa pihaknya telah menerima laporan aduan masyarakat tersebut. “Jadi tadi ada ada aduan di PTSP Kejati Sultra, dari Aliansi Mahasiswa Pemerhati Lingkungan dan Kehutanan (AMPLK) Sultra dan aduan itu sudah diterima,” katanya saat ditemui di ruangannya.

Ia juga mengungkapkan bahwa langkah selanjutnya adalah terhadap pelaporan pengaduan tersebut akan diteruskan ke pimpinan untuk kemudian ditindaklanjuti. “Ketika sudah ditindaklanjuti akan dibuat telaah terkait aduan tersebut. Kemudian diterbitkan surat perintah tugas untuk dilakukan puldata dan pulbaket. Apabila sudah memenuhi syarat-syarat akan ditindaklanjuti ke tahap berikutnya,” tandasnya.

ANDRI

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *